Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata,
huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur
tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan
barang atau jasa. (Menurut UU No.15 Tahun 2001)
Merek dapat dibedakan dalam beberapa macam, antara lain:
Merek dapat dibedakan dalam beberapa macam, antara lain:
·
Merek Dagang: merek digunakan pada barang yang
diperdagangkan oleh seseorang/beberapa orang/badan hukum untuk membedakan
dengan barang sejenis.
·
Merek Jasa: merek digunakan pada jasa yang diperdagangkan
oleh seseorang/beberapa orang/badan hukun untuk membedakan dengan jasa
sejenis.
·
Merek Kolektif: merek digunakan pada barang/jasa
dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa
orang/badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang/ jasa
sejenisnya.
Sedangkan pengertian dari Hak Merek adalah hak
ekslusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek terdaftar dalam daftar
umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek
tersebut atau memberikan ijin kepada pihak lain untuk menggunakannya. Sanksi bagi orang/pihak yang
melakukan tindak pidana di bidang merek yaitu:
·
Pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi barangsiapa yang dengan sengaja
dan tanpa hak menggunakan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang
dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan (Pasal 90 UUM).
·
Pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) bagi barangsiapa yang dengan
sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada pokoknya dengan merek
terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi
dan/atau diperdagangkan (Pasal 91 UUM).
Terdapat beberapa undang-undang yang berkaitan dengan
hak merek di Indonesia. Salah satu undang-undang tersebut adalah sebagai
berikut.
·
Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (UUM).
Merek diberi upaya perlindungan hukum yang lain, yaitu
dalam wujud Penetapan Sementara Pengadilan untuk melindungi Mereknya guna
mencegah kerugian yang lebih besar. Di samping itu, untuk memberikan kesempatan
yang lebih luas dalam penyelesaian sengketa dalam undang-undang ini dimuat
ketentuan tentang Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa.
·
Pasal
94 ayat (1) UUM menyatakan: “Barangsiapa yang memperdayakan barang dan/atau
jasa yang diketahui atau patut diketahui bahwa barang dan/atau jasa tersebut
merupakan hasil pelanggaran sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91,
Pasal 93, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda
paling banyak Rp.200.000.000.,00 (dua ratus juta rupiah)”.
·
UU
No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian industri membahas tentang kegiatan
ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau
barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya,
termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
Undang-undang perindustrian dibuat dilatar
belakangi dengan sasaran pokok yaitu tercapainya keseimbangan antara pertanian
dan industri serta perubahan-perubahan fundamental dalam struktur ekonomi
Indonesia sehingga produksi nasional yang berasal dari luar pertanian akan
merupakan bagian yang semakin besar dan industri menjadi tulang punggung
ekonomi. Disamping itu pelaksanaan pembangunan sekaligus harus menjamin
pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan rasa
keadilan, dalam rangka mewujudkan keadilan sosial sehingga di satu pihak
pembangunan itu tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi, melainkan
sekaligus mencegah melebarnya jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin.
Dengan memperhatikan sasaran pembangunan jangka
panjang di bidang ekonomi tersebut, maka pembangunan industri memiliki peranan
yang sangat penting. Dengan arah dan sasaran tersebut, pembangunan industri
bukan saja berarti harus semakin ditingkatkan dan pertumbuhannya dipercepat
sehingga mampu mempercepat terciptanya struktur ekonomi yang lebih seimbang,
tetapi pelaksanaannya harus pula makin mampu memperluas kesempatan kerja,
meningkatkan rangkaian proses produksi industri untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri sehingga mengurangi ketergantungan pada impor, dan meningkatkan ekspor
hasil-hasil industri itu sendiri. Untuk mewujudkan sasaran tersebut, diperlukan
perangkat hukum yang secara jelas mampu melandasi upaya pengaturan, pembinaan,
dan pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya tatanan dan seluruh kegiatan
industri. Dalam rangka kebutuhan inilah Undang-Undang tentang Perindustrian ini
disusun.Pemerintah diarahkan untuk menciptakan iklim usaha industri secara
sehat dan mantap. Dalam hubungan ini, bidang usaha industri yang besar dan kuat
membina serta membimbing yang kecil dan lemah agar dapat tumbuh dan berkembang
menjadi kuat. Dengan iklim usaha industri yang sehat seperti itu, diharapkan
industri akan dapat memberikan rangsangan yang besar dalam menciptakan lapangan
kerja yang luas.
Menurut UU No. 5
Tahun 1984 tentang Perindustrian industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah
bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi
barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan
rancang bangun dan perekayasaan industri.
Bahan mentah adalah
semua bahan yang didapat dari sumber daya alam dan/atau yang diperoleh dari
usaha manusia untuk dimanfaatkan lebih lanjut, misalnya kapas untuk inddustri
tekstil, batu kapur untuk industri semen, biji besi untuk industri besi dan
baja.
Bahan baku industri adalah bahan mentah yang
diolah atau tidak diolah yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana produksi dalam
industri, misalnya lembaran besi atau baja untuk industri pipa, kawat,
konstruksi jembatan, seng, tiang telpon, benang adalah kapas yang telah
dipintal untuk industri garmen (tekstil), minyak kelapa, bahan baku industri
margarine.
Barang setengah jadi adalah bahan mentah atau bahan baku yang telah mengalami satu atau beberapa tahap proses industri yang dapat diproses lebih lanjut menjadi barang jadi, misalnya kain dibuat untuk industri pakaian, kayu olahan untuk industri mebel dan kertas untuk barang-barang cetakan.
Barang setengah jadi adalah bahan mentah atau bahan baku yang telah mengalami satu atau beberapa tahap proses industri yang dapat diproses lebih lanjut menjadi barang jadi, misalnya kain dibuat untuk industri pakaian, kayu olahan untuk industri mebel dan kertas untuk barang-barang cetakan.
Barang jadi adalah barang
hasil industri yang sudah siap pakai untuk konsumsi akhir ataupun siap pakai
sebagai alat produksi, misalnya industri pakaian, mebel, semen, dan bahan
bakar. Rancang bangun industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan
perencanaan pendirian industri/pabrik secara keseluruhan atau bagian-bagiannya.
Perekayasaan industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan
perancangan dan pembuatan mesin/peralatan pabrik dan peralatan industri
lainnya.
Perlindungan hak cipta secara domestik saja
tidaklah cukup dan kurang membawa arti atau manfaat bagi menumbuhkan
kreativitas para pencipta. Hal
tersebut dikarenakan suatu upaya untuk mendorong kemajuan dibidang
karya cipta ini tentu sangat berarti jika perlindungan itu dijamin disetiap
saat dan tempat, sehingga kepastian hukum yang diharapkan itu benar-benar
diperoleh. Perlindungan hak cipta secara internasional. Perlindungan hak
cipta secara internasional terdiri dari 2 konvensi yaitu Berner
Convention dan Universal
Copyright Convention.
Konvensi-konvensi internasional merupakan suatu
perjanjian internasional antar negara yang dimana telah diatur dan disepakati
bersama. Terkadang perjanjian tersebut telah mengalami revisi dan penyempurnaan
berulang kali dengan tujuan memenuhi keinginan perlindungan terhadap hasil
karya dari si pencipta.
Perlindungan terhadap hak cipta secara
internasional tentunya tidak hanya berpatokan pada konvernsi berner
ataupun Universal Copyright
Convention (UCC). Berikut merupakan
beberapa konvensi-konvensi internasional hak cipta yang lainnya yaitu antara
lain Convention for the Protection of Performers, Producers of Phonogram and
Broadcasting Organization (Rome Convention/Neighboring Convention) dan
Convention for the Protection of Producers of Phonogram Againts Unnauthorized
Duplication of their Phonograms (Geneva Convention 1971).
Konvensi
bern yang mengatur tentang perlindungan karya-karya literer (karya tulis) dan
artistic, ditandatangani di Bern pada tanggal 9 Septemver 1986, dan telah
beberapa kali mengalami revisi serta pentempurnaan-pentempurnaan. Revisi
pertama dilakukan di Paris pada tanggal 4 Mei 1896, revisi berikutnya di Berlin
pada tanggal 13 November 1908. Kemudian disempurnakan lagi di Bern pada tanggal
24 Maret 1914. Selanjutnya secara bebturut-turut direvisi di Roma tanggal 2
juni 1928 dan di Brussels pada tanggal 26 Juni 1948, di Stockholm pada tanggal
14 Juni 1967 dan yang paling baru di Paris pada tanggal 24 Juni 1971. Anggota
konvensi ini berjumlah 45 Negara. Rumusan hak cipta menutut konvensi Bern
adalah sama seperti apa yang dirimuskan oleh Auteurswet 1912. Objek
perlindungan hak cipta dalam konvensi ini adalah: karya-karya sastra dan seni
yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmiah dan kesenian dalam cara atau
bentuk pengutaraan apapun.
Suatu
hal yang terpenting dalam konvensi bern adalah mengenai perlindungan hak cipta
yang diberikan terhadap para pencipta atau pemegang hak. Perlindungan diberikan
pencipta dengan tidak menghiraukan apakah ada atau tidaknya perlindungan yang
diberikan. Perlindungan yang diberikan adalah bahwa sipencipta yang tergabung
dalam negara-negara yang terikat dalam konvensi ini memperoleh hak dalam luas
dan berkerjanya disamakan dengan apa yang diberikan oleh pembuat undang-undang
dari negara peserta sendiri jika digunakan secara langsung perundang-undanganya
terhadap warga negaranya sendiri.
Pengecualian
diberikan kepada negara berkembang (reserve). Reserve ini hanya berlaku
terhadap negara-negara yang melakukan ratifikasi dari protocol yang
bersangkutan. Negara yang hendak melakukan pengecualian yang semacam ini dapat
melakukannya demi kepentingan ekonomi, social, atau cultural.
Universal
Copyright Convention mulai berlaku pada tanggal 16 September 1955. Konvensi ini
mengenai karya dari orang-orang yang tanpa kewarganegaraan dan orang-orang
pelarian. Ini dapat dimengerti bahwa secara internasional hak cipta terhadap
orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau orang-orang pelarian,
perlu dilindungi. Dengan demikian salah satu dari tujuan perlindungan hak cipta
tercapai. Dalam hal ini kepentingan negara-negara berkembang di perhatikan
dengan memberikan batasan-batasan tertentu terhadap hak pencipta asli untuk
menterjemahkan dan diupayakan untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan ilmu
pengetahuan.
Konvensi
bern menganut dasar falsafah eropa yang mengaggap hak cipta sebagai hak alamiah
dari pada si pencipta pribadi, sehingga menonjolkan sifat individualis yang
memberikan hak monopoli.
Sedangkan
Universal Copyright Convention mencoba untuk mempertemukan antara falsafah
eropa dan amerika. Yang memandang hak monopoli yang diberikan kepada si
pencipta diupayakan pula untuk memperhatikan kepentingan umum. Universal
Copyright Convention mengganggap hak cipta ditimbulkan oleh karena adanya
ketentuan yang memberikan hak seperti itu kepada pencipta. Sehingga ruang
lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta itu dapat ditentukan oleh
peraturan yang melahirkan hak tersebut.
Sumber:
http://mari-belajardanberbagi-ilmu.blogspot.com/2013/06/hak-merek.html
https://frillyfayraitaru.wordpress.com/2014/04/20/undang-undang-perindustrian/
https://hukum2industri.wordpress.com/2011/06/07/konvensi-internasional-tentang-hak-cipta/
http://renysarungallo.blogspot.com/2013/06/konvensi-konvensi-internasional.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar