Perceraian merupakan terputusnya keluarga karena salah satu
atau kedua pasangan memutuskan untuk saling meninggalkan sehingga mereka
berhenti melakukan kewajibannya sebagai suami istri .
Bagi anak-anak yang belum mengerti maksud dari “perceraian”
mereka mungkin sering bertanya-tanya kenapa kedua orangtua mereka tidak pernah
bersama-sama lagi. Mereka hanya menuruti apa yang diucapkan oleh orangtuanya.
Bagi seorang remaja yang dalam keadaan emosinya masih sangat labil, mereka
menganggap hal tersebut adalah kehancuran dalam hidupnya, hidup akan jauh
berbeda paska perceraian, merasa segalanya menjadi kacau, dan merasa
kehilangan. Bagi anak yang telah dewasa, mereka akan lebih mudah diajak
berkomunikasi, lebih bisa memahami situasi dan kondisi, lebih bisa menjaga
dirinya sendiri, bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, dan bisa
menasehati kedua orangtuanya sesuai apa yang ia rasakan.
Intinya pada berapapun usia dari anak-anak yang mengalami
perpecahan dalam keluarganya, disatu sisi “kehilangan” adalah masalah pertama
yang mereka jumpa. Di sisi lain mereka menunjukkan kesulitan dalam menyesuaikan
diri seperti kesedihan, kesepian, kesendirian, keterpurukan, kerinduan,
ketakutan, kekhawatiran,dan depress. Itu semua adalah hanya bagian dari rasa
kekecewaan terhadap orangtuanya. Yang akan menjadi trauma apabila mereka
menyaksikan perkelahian orangtuanya yang begitu dasyat, mereka hanya bisa
menangis, mengurung diri di kamar, atau pergi melarikan diri dari rumah untuk
menenangkan diri mereka. Mereka yang bercerai bisa meminta pemerintah untuk
dipisahkan. Selama perceraian, pasangan tersebut harus memutuskan bagaimana
membagi harta mereka yang diperoleh selama pernikahan (seperti rumah, mobil,
perabotan atau kontrak), dan bagaimana mereka menerima biaya dan kewajiban
merawat anak-anak mereka. Banyak negara yang memiliki hukum dan aturan tentang
perceraian, dan pasangan itu dapat diminta maju ke pengadilan.
Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian
Terdapat banyak penyebab perceraian yang telah tampak dari
kasus-kasus yang sering terjadi di Indonesia, diantaranya adalah :
a) Kurangnya
berkomunikasi
Dalam
rumah tangga, komunikasi sangat penting dan sangat dibutuhkan antara
suami-istri. Sekecil apapun itu masalah harus memberitahu satu sama lain. Jika
tidak, akan memicu terjadinya perceraian. karena dengan berkomunikasi membuat
rasa saling percaya, saling mengerti, tidak ada kebohongan, dan tidak ada hal
yang disembunyikan. Namun sebaliknya jika dalam rumah tangga gagal
berkomunikasi, maka akan sering terjadi pertengkaran karena tidak saling
percaya, tidak saling mengerti, banyaknya rahasia yang disembunyikan satu sama
lain. Hal ini akan beruung pada perceraian jika kedua pihak kurang atau gagal
berkomunikasi.
b) Kekerasan
dalam rumah tangga (KDRT)
KDRT adalah kekerasan yang dilakukan dalam rumah tangga baik
oleh suami maupun oleh istri yang berakibat timbulnya penderitaan fisik,
seksual, psikis,dan ekonomi. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab utama
perceraian.
c) Perzinahan
Di samping
itu, masalah lain yang dapat mengakibatkan terjadinya perceraian adalah
perzinahan, yaitu hubungnan seksual diluar nikah yang dilakukan baik oleh suami
maupun istri. hal ini bisa terjadi dalam rumah tangga dikarenakan mungkin
seperti yang kita bahas sebelumnya yaitu kurangnya atau gagal berkomunikasi,
ketidak harmonisan, tidak adanya perhatian atau kepedulian suami terhadap istri
atau sebaliknya, saling sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, merasa tidak
tercukupinya kebahagiaan lahir dan batin, ketidaksetiaan, atau hanya untuk
bersenang-senang bersama orang lain.
d) Masalah
ekonomi
Uang
memang tidak dapat membeli kebahagiaan. Namun bagaimana lagi, uang termasuk
kebutuhan pokok untuk memenuhi kebutuhan hidup. Oleh karena itu, faktor ekonomi
masih menjadi penyebab paling dominan terjadinya perceraian pasutri di
masyarakat.
e) Krisis moral
dan akhlak
Faktor-faktor terjadinya perceraian di atas seperti halnya masalah
ekonomi, perzinahan, kurangnya atau gagal berkomunikasi, dan kekerasan dalam
rumah tangga dapat menimbulkan landasan berupa krisis moral dan akhlak yang
dilalaikan oleh suami mapun istri atas peran dan tanggung jawab.
Statistik menunjukkan bahwa sekitar 60 persen dari semua
kasus perceraian terjadi dalam sepuluh tahun pertama perkawinan. Bahkan dengan
maraknya perceraian yang dilakukan oleh kaum selebriti, membuat bercerai
menjadi masalah pilihan gaya hidup semata. Angka perceraian terus melonjak.
Dampak Perceraian
1) Dampak
Perceraian terhadap Anak
Dalam rumah tangga yang tidak sehat, yang bermasalah dan
penuh dengan pertengkaran-pertengkaran bisa muncul 2 kategori anak adalah
Anak-anak yang
memberontak yang menjadi masalah diluar. Anak yang jadi korban keluarga yang
bercerai itu menjadi sangat nakal sekali karena:
a) Mempunyai
kemarahan, kefrustrasian dan mau melampiaskannya.
b) Selain itu,
anak korban perceraian jadi gampang marah karena mereka terlalu sering melihat
orang tua bertengkar. Namun kemarahan juga bisa muncul karena :
Dia harus hidup
dalam ketegangan dan dia tidak suka hidup dalam ketegangan.
Dia harus
kehilangan hidup yang tenteram, yang hangat, dia jadi marah pada orang tuanya
kok memberikan hidup yang seperti ini kepada mereka.
Waktu orang tua
bercerai, anak kebanyakan tinggal dengan mama, itu berarti ada yang terhilang
dalam diri anak yakni figur otoritas, figur ayah.
Anak-anak yang
bawaannya sedih, mengurung diri, dan menjadi depresi. Anak ini juga bisa
kehilangan identitas sosialnya.
Oleh karena itu tidak jarang mereka berbohong dengan
mengatakan bahwa orangtua mereka tidak bercerai atau bahkan menghindari
pertanyaan-pertanyaan tentang perceraian orang tua mereka. Banyak sekali dampak
negatif perceraian yang bisa muncul pada anak. “Marah pada diri sendiri, marah
pada lingkungan, jadi pembangkang, enggak sabaran, impulsif,”. Bisa jadi, anak
akan merasa bersalah (guilty feeling) dan menganggap dirinyalah biang keladi
atau penyebab perceraian orangtuanya. Dampak lain adalah anak jadi apatis,
menarik diri, atau sebaliknya, mungkin kelihatan tidak terpengaruh oleh
perceraian orangtuanya. “Orangtua harus harus hati-hati melihat, apakah ini
memang reaksi yang wajar, karena dia sudah secara matang bisa menerima hal itu,
atau hanya pura-pura.” Anak juga bisa jadi tidak pe-de dan takut menjalin
kedekatan (intimacy) dengan lawan jenis. “Ke depannya, setelah dewasa, anak
cenderung enggak berani untuk commit pada suatu hubungan.
Pacaran-putus, pacaran-putus.” Self esteem anak juga bisa
turun. “Jika self esteem-nya jadi sangat rendah dan rasa bersalahnya sangat
besar, anak bisa jadi akan dendam pada orangtuanya, terlibat drugs dan alkohol,
dan yang ekstrem, muncul pikiran untuk bunuh diri. Apalagi jika anak sudah
besar dan punya keinginan untuk menyelamatkan perkawinan orangtuanya, tapi
tidak berhasil. Ia akan merasa sangat menyesal, merasakan bahwa omongannya tak
digubris, merasa diabaikan, dan merasa bukan bagian penting dari kehidupan
orangtuanya.” Perasaan marah dan kecewa pada orangtua merupakan sesuatu yang
wajar, “Ini adalah proses dari apa yang
sesungguhnya ada di hati anak. Jadi, biarkan anak marah, daripada memendam
kemarahan dan kemudian mengekspresikannya ke tempat yang salah,”
2) Dampak
Perceraian Bagi Remaja
Bagi kebanyakan remaja, perceraian orangtua membuat mereka
kaget sekaligus terganggu. Masalah yang ditimbulkan bagi fisik tidak terlalu
tampak bahkan bisa dikatakan tidak ada karena ini sifatnya fisikis, namun ada
juga berpengaruh pada fisik setelah si remaja tersebut mengalami beberapa
akibat dari tidak terkendalinya sikis atau keperibadiannya yang tidak terjaga
dengan baik, salah satu contoh si remaja karena seringkali meminum-minuman
beralkohol maka lambat laun si remaja akan mengalami penurunan system kekebalan
tubuh yang akhirnya menimbulkan sakit.
Keadaan tersebut jelas akan mempengaruhi psikologi remaja
untuk keberlangsungan kehidupannya, ada beberapa kebutuhan utama remaja yang
penting untuk dipenuhi yaitu:
Kebutuhan akan adanya kasih sayang
Kebutuhan akan
keikutsertaan dan diterima dalam kelompok
Kebutuhan untuk
berdiri sendiri
Kebutuhan untuk
berprestasi
Kebutuhan akan
pengakuan dari orang lain
Kebutuhan untuk
dihargai
Kebutuhan untuk
memperoleh palsafah hidup yang utuh
Kehidupan mereka sendiri berkisar pada berbagai masalah khas
remaja yang sangat nyata, seperti bagaimana menyesuaikan diri dengan teman
sebaya, apa yang harus dilakukan dengan seks atau narkoba, ataupun isu-isu
kecil tetapi sangat penting, seperti jerawat, baju yang akan dikenakan, atau
guru yang tidak disenangi. Remaja sudah merasa cukup sulit mengendalikan
kehidupan mereka sendiri sehingga pasti tidak ingin diganggu dengan kehidupan
orangtua yang mengungkapkan perceraian. Mereka tidak memiliki ruang atau waktu
lagi terhadap gangguan perceraian orangtua dalam kehidupan mereka.
Selain itu, remaja secara psikologis sudah berbeda dari
sebelumnya. Meskipun masih bergantung pada orangtua, saat ini mereka memiliki
suara batin kuat yang memberitahu mereka untuk menjadi mandiri dan mulai
membuat kehidupan mereka sendiri. Tetap bergantung tidak sesuai lagi untuk rasa
aman dan kesejahteraan diri mereka.
Perasaan – Perasaan
Ketika Orang Tuanya Bercerai
Hal ini terlihat antara
lain :
a) Tidak aman
(insecurity)
Para remjaja setelah ditinggalkan cerai oleh orang tuanya
kebanyakan dari mereka merasa kurang aman, salah satunya untuk biaya
kehidupannya bukan masalah perlindungan, karena pada masa remaja biasanya
merkeka tidak bigitu membutuhkan orang tua, dan ini biasanya terjadi pada
remaja yang bebas dari awal sebelum perceraian ia tidak begitu menuruti apa
kata orang tuannya.
b)
Sedih
Remaja yang awalnya merasa nyaman dengan orang tua tentu
akan merasa sedih jika orang tua mereka berpisah atau bercerai dan mungkin si
remaja tersebut akan merasa kehilangan, beda dengan si remaja yang awalnya
tidak begitu mengharapkan kehadiran dari orang tua karena banyak jaman sekarang
anak sudah tidak lagi menghargai kehadiran orang tua, dan itu bisa di sebabkan
oleh pergaulan yang terlalu bebas.
c) Marah
Dengan adanya perceraian seorang anak seringkali emosinya
tidak terkontrol dengan baik sehingga mereka sering kali marah yang tidak
karuan, banyak teman dekat yang menjadi sasaran amarahnya padahal sebenarnya
bukan pada temannya yang bermasalah.
d) Kehilangan
Dominan pada remaja setelah terjadi perceraian itu akan
merasa kehilangan baik besar atau kecil perasaan yang ditimbulkan oleh si remja
tersebut
e) Merasa bersalah
dan menyalahkan diri
Remaja sering murung dan mereka sering berfikir yang
mendalam sehingga mereka banyak diam, jarang berkomunikasi dengan orang lain,
tidak nyaman berada dengan orang lain, ini terjadi terutama pada anak yang
berperilaku baik, si remaja akan berfikir dan merenungkan orang tuanya bercerai
itu apakah gara-gara dirinya atau faktor lain, dan ini sering menjadi
pertanyaan besar yang terjadi pada diri mereka.
f) Timbul rasa malu
terhadap teman-temannya,
Pasti ia akan berpikir bahwa teman-temannya akan membicarakan
hal itu di sekolah maupun diluar sekolah atau jadi sering untuk menyendiri.
Sehingga mengganggu konsentrasi belajar anak. Prestasi anak di sekolah akan
menurun baik dalam bidang akademik maupun non-akademik.
Kesimpulan
Keluarga sangatlah penting bagi perkembangan anak pada
masa-masa yang mendatang, baik secara psikologis maupun secara fisik. Selain
itu keluarga juga sebagai tempat untuk berlindung, dan memperoleh kasih sayang.
Namun, bagaimana jika peran keluarga sebagai pelindung, dan tempat memperoleh
kasih sayang itu tidak berfungsi dengan sebagaimana mestinya? Tanpa keluarga
anak akan merasa sendiri, dan tidak ada tempat untuk berlindung. Kemana mereka
harus pergi jika tempat perlindungan saja mereka tidak punya? Apa mereka harus
mencari perlindungan dijalan? Tidak! Anak adalah generasi penerus yang
seharusnya di jaga dengan baik, oleh karena itu orang tua harus menjaga
anak-anak mereka sebagaimana mestinya peran orangtua. Dan perceraian bukanlah
jalan untuk menyelesaikan masalah. Perceraian adalah penerus masalah
selanjutnya. Orangtua harus memilih antara ego mereka masing-masing atau masa
depan anak mereka.
Perceraian merupakan terputusnya keluarga karena salah satu
atau kedua pasangan memutuskan untuk saling meninggalkan sehingga mereka berhenti
melakukan kewajibannya sebagai suami istri. Faktor Penyebab Terjadinya
Perceraian diantaranya adalah kurangnya berkomunikasi, kekerasan dalam rumah
tangga (KDRT), perzinahan, masalah ekonomi, krisis moral dan akhlak.
Saran
Solusi dari kasus perceraian yang berpengaruh besar terhadap
psikologi anak, seharusnya pihak orang tua dapat mempertimbangkan kembali untuk
mengambil keputusan untuk melakukan perceraian, mereka harus memilih antara
mengikuti ego mereka untuk bercerai atau menjaga psikologi anak yang akan
ditimbulkan akibat perceraian tersebut, apabila perceraian memang jalan yang
seharusnya diambil, maka diperlukan peran orang tua yang harus bisa menyikapi
atau mengambil alih serta mengawasi anak, agar terhindar dari segala kegiatan
yang bisa merusak masa depan anak, dan perbanyaklah kegiatan yang positif agar
dapat mengembangkan potensi anak dan berikan pengarahan ketika anak dewasa,
jangan sampai perceraian itu terjadi di kehidupannya kelak, dan berikan
pengalaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar